Layang Wau Terbangkan Semangat Budaya: Desa Sejangat Tampilkan Ikon Melayu di MTQ ke-36 Bukit Batu 
  
    
      
BUKIT BATU,Riauline.com – Suasana halaman Gedung Serbaguna Bukit Batu, Sabtu (25/10/2025) pagi, tampak semarak. Ratusan peserta pawai ta’aruf memenuhi area acara dengan berbagai tampilan unik untuk menyemarakkan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ke-36 tingkat Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis. Namun, ada yang paling mencuri perhatian, Desa Sejangat tampil dengan cara berbeda: menghadirkan layang wau, simbol budaya khas Melayu yang sarat makna.
Di tengah kemeriahan tersebut, Kepala Desa Sejangat, Rahmad Iwandi, menyerahkan suvenir berupa layang wau kepada Camat Bukit Batu, Acil Esino. Momen itu disambut tepuk tangan meriah dari peserta dan masyarakat yang hadir, menandai pertemuan antara nilai-nilai religius dan kearifan lokal dalam satu bingkai kebersamaan.
Penyerahan layang wau bukan sekadar simbol seremonial. Bagi masyarakat Sejangat, benda itu memiliki makna mendalam — menggambarkan harmoni, ketekunan, dan keindahan seni tradisi Melayu yang terus dijaga lintas generasi. “Layang wau merupakan ikon budaya masyarakat Sejangat. Melalui momentum MTQ ini, kami ingin memperkenalkannya kepada masyarakat luas, sekaligus menumbuhkan rasa cinta terhadap warisan tradisi yang sarat nilai seni dan kebersamaan,” ujar Rahmad Iwandi.
Rahmad menjelaskan, kegiatan pawai ta’aruf ini menjadi kesempatan emas bagi desanya untuk menunjukkan potensi dan kekompakan masyarakat. “Partisipasi kami bukan hanya untuk memeriahkan MTQ, tetapi juga untuk memperkuat jati diri budaya. Kami ingin anak-anak muda mengenal dan bangga dengan tradisi sendiri,” tambahnya.
Keterlibatan warga dalam pawai tersebut mencerminkan semangat gotong royong yang kuat. Dari pelajar sekolah dasar, tokoh masyarakat, Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Desa Sejangat, hingga perangkat desa, semua turun tangan. Mereka berbaris rapi, mengenakan busana islami, dan membawa atribut bernuansa Melayu yang menambah warna di antara peserta lainnya.
Pemandangan itu menciptakan suasana hangat dan membanggakan. Di sepanjang rute pawai, sorak sorai masyarakat dan lantunan shalawat menggema, seolah menjadi irama penyemangat bagi para peserta. Layang wau yang mereka bawa berwarna cerah, dihiasi corak tradisional, melambai megah di udara  menjadi simbol bahwa budaya lokal tetap hidup dan relevan di tengah modernitas.
Camat Bukit Batu, Acil Esino, yang menerima layang wau tersebut, tampak terkesan. Ia menyebut langkah Desa Sejangat sebagai contoh inspiratif bagi desa-desa lain. “Inisiatif ini sangat luar biasa. Tidak hanya memeriahkan MTQ, tapi juga menjadi bentuk nyata pelestarian budaya Melayu yang semakin langka. Desa Sejangat telah memberi pesan kuat bahwa nilai-nilai budaya dan agama dapat berjalan seiring,” ujarnya.
Bagi masyarakat Bukit Batu, pawai ta’aruf bukan sekadar parade menjelang MTQ, tetapi wadah mempererat hubungan antarwarga dan memperlihatkan kekayaan identitas lokal. Di tangan masyarakat yang kreatif, kegiatan religius ini menjelma menjadi perayaan kebersamaan yang menumbuhkan rasa bangga terhadap daerah sendiri.
Kehadiran layang wau di ajang MTQ kali ini juga menjadi simbol bahwa tradisi Melayu bukan sekadar kenangan masa lalu, tetapi sumber inspirasi masa depan. Warna, bentuk, dan gerak layang yang melayang di langit menjadi metafora semangat masyarakat Desa Sejangat yang terus ingin “terbang tinggi” menjaga budaya dan iman.
Dengan semangat pelestarian budaya dan kekompakan warga, Desa Sejangat membuktikan bahwa MTQ tidak hanya soal lomba tilawah, tetapi juga ajang memperkuat ukhuwah islamiyah dan identitas budaya daerah. Di langit Bukit Batu, layang wau bukan hanya terbang  ia membawa pesan tentang cinta, kebanggaan, dan warisan yang terus hidup di hati masyarakat Melayu.
 
 
	
    
    
	
	
Komentar Anda :